Jalan Tol Itu Bukan Infrastruktur, Tol**!

Jalan Tol Itu Bukan Infrastruktur, Tol**!

Jalan Tol Itu Bukan Infrastruktur, Tol**! - Ini adalah tulisan yang sempat saya buat di bulan Oktober 2020 lalu. Karena satu dan lain hal akhirnya saya unpublished tulisan ini dari blog. Namun, setelah beberapa pertimbangan, akhirnya saya memutuskan untuk mem-publish kembali konten ini sebagai bahan dokumentasi. Semoga berkenan.

Beberapa waktu lalu banyak netijen yang berkomentar 'pedas' di kolom komentar pak presiden Joko Widodo. Sebenarnya saya cuek-cuek aja sama komentar mereka, tapi ada satu komentar atau beberapa komentar serupa yang sedikit 'mencolek' perhatian saya.

Ya, ada beberapa netijen budiman yang mengomentari salah satu produk rezim pak Jokowi, yaitu jalan tol.

*maaf saya lupa screenshot komentarnya, silahkan scroll sendiri di postingan-postingan Instagram pak Jokowi, mungkin masih ada.*

Disclaimer: Tulisan ini murni adalah opini keresahan saya dan bukan bermaksud menjadi alat pembelaan terhadap rezim pun bukan untuk menjatuhkan pihak oposisi.

Singkat cerita, saya menemukan beberapa komentar dari para netijen yang terhormat dan tercerdas membahas mengenai jalan tol yang banyak dibangga-banggakan oleh pak Jokowi (atau mungkin oleh rezimnya). Lalu, para netijen ini pun mengomentari dengan kata-kata kurang lebih seperti ini:

"Jalan tol itu bukan infrastruktur, ce**bong. Masa infrastruktur cuma bisa dimanfaatin sama orang yang bayar. Infrastruktur itu gratis, tol**lol. Jalan raya itu infrastruktur, kalau jalan tol itu investasi utang rezim aja, go***blok!"

Dan masih panjang lagi hujatan cerdas dari netijen-netijen ini.

Oke, disini saya mau sedikit berdiskusi karena jujur saya agak risih ketika menemukan komentar atau postingan seperti ini. Saya bukan mau mendikte orang-orang seperti ini, tapi ayolaaah, 2019 masih mau aja nelen mentah-mentah opini orang?

Saya ingat pernah mendengar argumen ini diucapkan oleh seorang panelis di suatu acara sebut saja Indonesia Lawyer Club, tapi saya lupa siapa. Yang jelas, komentar netizen ini sama persis seperti apa yang dikatakan oleh panelis tersebut. Dan inilah yang saya sayangkan! Sebagai pengguna aktif smartphone harusnya kita sudah cukup smart untuk mengidentifikasi dan mengklarifikasi informasi sebelum men-share-nya kesana-sini.

Mari kita berlogika sedikit.

JALAN TOL BUKAN INFRASTRUKTUR

Di komentar tersebut jelas sekali saya temukan ada redaksi bahwa JALAN TOL BUKAN INFRASTRUKTUR.

Setelah saya cek di Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Online, definisi infrastruktur adalah segala sesuatu yang merupakan penunjang terselenggaranya suatu proses (usaha, pembangunan, proyek, dsb.) atau disebut juga prasarana.

Berdasarkan definisi tersebut, maka, saya yang awam ini mengkategorikan jalan tol sebagai infrastruktur.

Kenapa?

Karena dengan adanya jalan tol, proses distribusi menjadi lebih mudah sehingga proses produksi juga semakin mudah. Intinya, jalan tol menjadi alat yang membantu terselenggaranya banyak kegiatan dengan lebih mudah.

INFRASTRUKTUR ITU HARUSNYA GRATIS

Ini saya baru dengar. Saya setuju kalau jalan raya adalah salah satu infrastruktur, tapi saya tidak setuju ketika mengatakan jalan raya itu gratis.

Sejatinya pengguna jalan raya itu pun bayar melalui pajak yang dibayarkan setiap tahunnya. Buat kita-kita sobat missqueen mungkin tidak pernah merasakannya karena para perusahaan, bos besar, dan orang-orang hedon yang uangnya dimasukkin ke money launcher motif Supreme di video YouTubenya-lah yang membiayai jalan raya yang kita nikmati secara cuma-cuma tersebut.

Lalu, saya sangat setuju jika infrastruktur itu HARUSNYA gratis. Sekolah gratis, pelayanan rumah sakit gratis, sutet telekomunikasi dan jaringan gratis, listrik gratis, air bersih gratis, transportasi umum gratis, dan sumber-sumber energi lainnya pun seharusnya gratis biar kita bisa hidup enak.

Tapi nyatanya, tidak ada infrastruktur yang gratis kecuali kita mau 'keras kepala' mengatakan bahwa infrastruktur HARUSNYA GRATIS. Dengan definisi tersebut maka argumen saya sebelumnya otomatis terbantahkan. Sekolah, rumah sakit, menara telekomunikasi, listrik, kereta (transportasi umum), dan yang lainnya bukanlah infrastruktur dan mungkin hanya 'hal' atau 'benda' atau 'sesuatu' yang berbayar.

Saya tegaskan lagi pendapat saya. Menurut saya, TIDAK ADA INFRASTRUKTUR YANG GRATIS, khususnya di Indonesia.

JALAN TOL CUMA INVESTASI ASENG MODAL HUTANG

Untuk masalah yang satu ini saya suka. Ya, satu kesalahan fatal rezim Jokowi adalah membangun banyak hal dengan modal hutang berbunga. Ini sebenarnya saya juga kurang setuju, sih. Tapi apa daya nasi sudah menjadi bubur.

Masalahnya sekarang adalah apa yang bakal kita lakukan sekarang dengan bubur ini? Membuangnya saat masih hangat dan masih satu mangkok penuh ini? Atau kita taburi kacang, daun bawang, bawang goreng, kerupuk dan ati ampela lalu lumuri dengan kecap, sambal, dan sedikit kaldu supaya layak santap?

Saya jadi ingat kisah salah seorang sahabat, Abdurahman bin Auf, yang katanya sahabat paling kaya dan pandai berniaga di masanya. Ketika hijrah ke Madinah bersama Nabi shalallahu 'alaihi wasallam, beliau merelakan seluruh hartanya dan datang ke Madinah dalam keadaan miskin. Lalu, seorang pengusaha Anshor menawarkan sebagian hartanya sebagai modal usaha. Yang diminta oleh sahabat Abdurahman bi Auf malah informasi tentang perdagangan dan tempat berniaga di Madinah.

Intinya, Abdurahman ingin tahu bagaimana cara berbisnis dan memulai bisnis dengan apa yang ada dan dia bisa. Ini kuncinya.

Maaf agak keluar jalur, yuk kita kembali ke track yang seharusnya.

Saya satu suara dengan para kampret (kalau mau main kubu-kubuan) bahwa dasar/ modal pembangunan rezim Jokowi kurang bagus dan cenderung memberatkan rakyat. Tapi, ya sudahlah, toh sudah jadi. Sekarang tinggal pikirkan solusi terbaiknya supaya infrastruktur ini nggak sia-sia. Iya, kan?

Penutup

Mengkritik boleh, kritis boleh, tidak suka boleh, BODOH JANGAN. Saya senang dengan nyinyiran netijen yang disampaikan dengan cara yang santun dan elegan seperti membuat video opini, kek atau tulisan, kek. Itu lebih saya apresiasi dan saya anggap bermutu ketimbang komentar di sosmed yang entah orisinil atau copas draft forward message di Group WhatsApp aja.

Sebagai generasi milenial, silahkan suarakan pendapat teman-teman di jagat internet. Buktikan kalau generasi muda juga melek hukum dan politik. Berikan solusi tanpa mencaci. Jadikan tagar #2019GantiPresiden dan #2019TetapJokowi sebagai ruang diskusi, bukan tempat wadah saling hujat tanpa bukti kongkrit yang tak pasti.

Tapi, karena saya nggak yakin netijen bisa berdamai, yok sekalian aja baku hantam dan viralkan. Saya suka kebodohan yang mengakar dan tak bisa disembuhkan. Indonesia nggak usah dibawa maju, segini aja udah bagus kok, rakyatnya lucu.

Itulah sedikit opini saya sebagai bentuk kontribusi saya dengan tema pilpres ini. Kurangnya adalah untuk para kampret dan cebong yang tersinggung, lebihnya adalah dari dukungan kampret dan cebong yang sekufu' dengan pendapat saya. Yuk, kita diskusi lewat kolom komentar dibawah.

Share this:

Disqus Comments